Penulis :Yaman Matel
Penerbit : Gramedia
Terbit : 2012
Jumlah Halaman : 446
Kategori : Novel, Fiksi
Sebagai anak dari pengusaha kebun binatang, Piscine Molitor Patel hidup dengan nyaman. Dia mendapatkan pendidikan yang baik, memiliki orang tua yang berpendidikan dan sangat demokratis, mampu membeli buku-buku serta memiliki banyak waktu untuk membaca.
Pi Patel adalah seorang anak yang cerdas. Kecerdasannya membuatnya mampu menangkis ejekan teman-temannya yang memelesetkan namanya, Piscine, menjadi Pissing. Kecerdasannya pula yang membuat ia sangat tertarik mempelajari tiga agama; Hindu, Kristen dan Islam dan memeluk ketiganya.
Namun, kemudahan hidupnya tidak selamanya ia nikmati. Kondisi politik India yang tidak menguntungkan membuat ayah Pi memutuskan menutup kebun binatang mereka dan hijrah ke Canada untuk mencari penghidupan baru. Mereka pun berlayar ke Canada dengan kapal barang yang memuat sebagian binatang mereka. Di samudra Pasifik kapal tenggelam. Dan Pi dengan seekor hyena, seekor zebra, seekor orangutan dan seekor harimau bengal selamat karena dapat menumpang di sebuah sekoci. Kisah Pi selama 227 hari di lautan bersama hewan buas inilah yang menjadi inti cerita.
Buku ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama dibagi menjadi dua sub bagian lagi yaitu satu sub bagian berisi Pi yang mempelajari kehidupan binatang. Dan sub bagian berikutnya berisi Pi yang mempelajari ketiga agama dan memeluknya sekaligus karena ia ingin mencintai Tuhan. (Halaman 116).
Namun bagian pertama buku ini bukan hanya sekedar pembuka cerita. Bagian pertama ini merupakan penjelasan logis dari bagian yang kedua. Mengenai Pi yang bisa hidup berdampingan dengan harimau bengal yang buas, Martel menulis tentang zoomorfisme; seekor binatang yang menganggap manusia atau binatang lain sebagai mahluk sejenisnya sendiri (halaman 132) dan batas teritorial yang dianut oleh binatang (halaman 75).
Sedangkan ilmu agama yang dipelajari oleh Pi membantunya untuk terus bertahan hidup. Memang dikatakan bahwa Pi berhutang budi kepada Richard Parker, sang harimau, karena sang binatang buas itulah yang mendorong Pi agar tetap hidup (halaman 239). Tapi Pi menganggap ini tidak lepas dari campur tangan yang Maha Kuasa. Ketika berhasil menangkap ikan dorado sambil menangis Pi berkata:
"Terima kasih, Wisnu, terima kasih. Kau pernah menyelamatkan dunia ini dengan menjelma sebagai ikan. Sekarang kau menyelamatkan aku dengan menjelma menjadi ikan pula. Terima kasih, terima kasih". (halaman 267)
Pada awal membacanya, saya mengira bahwa novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Namun belakangan saya mengetahui bahwa ini memang disengaja oleh penulis untuk menimbulkan rasa penasaran pembaca. Rasa takjub, simpati, jijik dan kehangatan di hati hadir bergantian ketika membaca buku ini di halaman-halaman berikutnya. Bagaimana perasaan anda ketika membaca Pi yang memakan kotoran harimau karena lapar? Atau ketika ia memakan daging manusia?!! Bagaimana perasaan anda ketika membaca Pi yang menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun karena mengira bahwa hari itu adalah hari lahir ibunya yang ikut tenggelam? Dan saya dibuat tertegun lama saat membaca baris demi baris kalimat di halaman 402.
Untuk menutup review ini saya mengutip salah satu perkataan Pi: Kita mesti menerima apa-apa yang diberikan kehidupan ini kepada kita, dan berusaha menjalaninya sebaik mungkin.
Posting Komentar