Oleh Averroes F Piliang

Jika berbicara tentang perawatan gigi, salah satu yang terlintas di benak kita adalah scaling yang berarti pembersihan karang gigi. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan plague dan kalkulus yang menumpuk pada gigi. Seiring berjalannya waktu, kedua hal tersebut akan menyebabkan gusi meradang dan berdarah sehingga akan menimbulkan penyakit. Namun, apakah scaling merupakan tindakan yang efektif?

“Sebenarnya, scaling itu tidak hanya membersihkan karang gigi. Scaling hanyalah tindakan kuratif (pengobatan)”, ungkap Dendy Dwirizki G. Selanjutnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi USU ini menerangkan bahwa, “Scaling itu adalah perawatan yang komprehensif yang artinya tidak hanya membersihkan karang gigi. Perawatan itu meliputi tindakan, edukasi dan motivasi yang merupakan tindakan preventif kepada pasien”. Banyak masyarakat berpendapat bahwa ketika berkunjung ke dokter gigi ataupun klinik gigi, yang dilakukan hanyalah periksa gigi, scaling dan cabut gigi.

Tentunya, pendapat mahasiswa yang saat ini sedang koas tersebut memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia perlu memberikan perhatian khusus pada edukasi dan motivasi mengenai kesehatan gigi. Dan bahkan bila perlu edukasi dan motivasi ini haruslah menjadi sebuah tradisi turun temurun yang dilakukan oleh keluarga-keluarga di Indonesia. Dendi juga membenarkan hal tersebut melalui pernyataannya, “Pentingnya edukasi dan motivasi itu dikarenakan plague dan karang gigi dapat dicegah melalui sikat gigi dan pembersihan karang gigi di rumah. Jadi, sebagai dokter gigi keberhasilan dalam mencegah terjadinya gangguan kesehatan gigi pada pasien juga ditinjau dari motivasi dan edukasi yang dilaksanakan dengan baik oleh pasien”.


Akan tetapi, informasi yang seharusnya menjadi program di kementerian kesehatan ini sepertinya dianggap sebagai hal yang biasa. Berdasarkan data global dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyatakan bahwa 60%-90% anak-anak sekolah di negara Industri memiliki gigi berlubang. Sementara itu di Indonesia, prevalensi pengalaman karies aktif sebesar 72,1% berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (unilever.co.id/id/media-centre/pressreleases/2013/Pepsodent-School-Progrem-Jawa-Timur.aspx). Dengan tingginya tingkat persoalan kesehatan gigi di Indonesia menunjukkan bahwa di usia dewasa banyak masyarakat Indonesia mengalami gangguan gigi.

Pendidikan kesehatan gigi dan motivasi haruslah diajarkan mulai sejak dini. Namun, bukan berarti hanya sebatas menyikat gigi secara teratur melainkan bagaimana cara menyikat gigi yang efektif. “Sehatnya gigi seseorang bukan ditinjau dari berapa kali ia menyikat gigi dalam sehari, melainkan dari bagaimana metodenya ia menyikat. Walaupun ia sudah memenuhi frekuensinya, kalau metodenya salah, ya sama saja. Yang terjadi saat ini adalah metode menyikat gigi yang benar tidak diberikan secara mendetail” terang Dendi.


Sebenarnya sudah ada metode dalam mengkampanyekan frekuensi menyikat gigi dan bagaimana metode menyikat gigi. Banyak perusahaan-perusahaan pasta gigi telah memberikan layanan-layanan publik ke sekolah-sekolah dasar mengenai hal tersebut. Akan tetapi, masih tinggi juga kasus-kasus mengenai gangguan gigi. Umumnya, persoalan gigi yang dialami oleh orang-orang dewasa dikarenakan tidak membudayanya edukasi dalam hal kesehatan gigi.



Secara keseluruhan walaupun proses edukasi sudah dimulai sejak dini, pemberian motivasi mengenai kesehatan gigi haruslah dilakukan secara terus menerus. Tentunya, pemerintah melalui kementerian kesehatan melakukan kampanye via iklan layanan masyarakat agar masyarakat dapat berpartisipasi. Karena mencegah lebih baik daripada mengobati.

Posting Komentar

 
Top