Oleh Fajar Siddik

Klasifikasi Kondisi Mahasiswa

Tulisan ini berawal dari kegelisahan melihat kondisi mahasiswa Indonesia sekarang. Bagaimana kondisi mahasiswa saat ini? Ada banyak kondisi. Pertama kondisi dimana mahasiswa terikat (baca: terbelenggu) pada sistem perkuliahan yang berorientasi pada ketepatan waktu mencapai title sarjana. Kedua, mahasiswa “pelacur”, yang melacurkan kemampuan berpikirnya dengan cara mengobral keaktifan di dalam kelas. Ketiga, mahasiswa “hilang arah”, ia tak tahu mengapa ia menjadi mahasiswa, hanya sekedar memenuhi hasrat materialisme kehidupan. Keempat, mahasiswa aktivis oppurtunis, menjadikan status aktivis juga dalam orientasi pemenuhan hasrat materialisme kehidupan. Kelima, mahasiswa yang menyerahkan seluruh kemampuan, kualitas, nasib dan harga dirinya untuk kemaslahatan bangsa dan ummat, yang ini sangat sedikit dijumpai dan mengambil rasio 1:100 (baca: prediksi). Yang mana kondisimu para mahasiswa? Jangan naif!

Pada kondisi pertama dapat dipastikan semua mahasiswa, bahkan semua orang menilai kondisi ini tepat, penulis pun sepakat. Kondisi ini tidak menjadi tepat apabila mahasiswa itu menyelesaikan kuliah tepat waktu hanya untuk kehidupan pribadi. Menjadi mahasiswa bukan tentang memperbaiki kehidupan pribadi kawan! Menjadi mahasiswa adalah amanah dari manusia-manusia lain yang tak mampu mencapai status mahasiswa. Mahasiswa lebih dari tulang punggung manusia lain untuk memperbaiki kehidupan umum.  Kondisi ini akan berwujud ideal apabila dengan ketepatan waktu menyelesaikan kuliah itu diikuti dengan kualitas tri dharma perguruan tinggi. Lebih tepatnya menyelesaikan kuliah tepat waktu untuk kepentingan ummat.

Pada  kondisi kedua bukan tentang membahas fenomena mahasiswa sebagai “ayam kampus”, bukan! Itu adalah bias dari semua kondisi yang salah dari mahasiswa. Jadi, yang akan dibahas adalah mahasiswa yang mengobral kemampuan berpikirnya untuk mendapatkan nilai cemerlang dari hasil keaktifannya di dalam kelas. Keaktifan di kelas dapat diartikan sebagai melontarkan pertanyaan dan menanggapi masalah yang berkembang di dalam kelas. Tak peduli apakah pertanyaan itu akan memberi pencerahan di dalam kelas dan tak peduli juga apakah pertanyaan itu berkualitas, yang ia tahu hanya pertanyaan itu akan menuntun dosen mengukir nilai tinggi untuknya. Menanggapi masalah sejatinya juga sangat baik dalam perkembangan kelas, tapi tak jadi baik apabila hal itu dijadikan alat untuk menonjolkan diri dan juga sama orientasinya yaitu menuntun dosen untuk mengukir nilai tinggi. Dan pada akhirnya, akan terjadi perang “tebar pesona” di dalam kelas.

Pada kondisi ketiga tentang mahasiswa yang tak tahu kenapa ia harus kuliah, atau mungkin juga tak tahu kenapa ia harus hidup dan pada akhirnya ia akan tergolong menjadi mahasiswa yang “hilang arah”. Duduk di bangku perkuliahan hanya untuk memenuhi 75% kehadiran. Kehidupan di luar kampus dihabiskan untuk berjudi, mabuk-mabukan, menggunakan obat-obatan terlarang dan berkeliaran seperti hantu. Kenapa seperti hantu? Ya, mereka bermegah-megahan menari dan berselancar di gemerlapnya kota metropolitan. Tempat karaoke, diskotik, warkop harga selangit, shoping adalah domainnya (baca: dunia utama). 

Pada kondisi keempat, setiap mahasiswa yang berorganisasi menyatakan diri sebagai aktivis, bahkan pejuang rakyat, tapi saying itu hanya alibi untuk memperbaiki kehidupan material pribadi dan mencapai prestise   pribadi. Aksi dan orasi dimana-mana, sesuai pesanan dan peluang yang ada. Makan uang sana-sini dari hasil “menikam” pejabat bermasalah, tak peduli itu haram. Mengintimidasi dan menekan mahasiswa lainnya juga menjadi ciri khas dari mahasiswa jenis ini.

Dan pada akhirnya kondisi kelima ini yang paling mudah dibahas, bukan karena bobotnya, tapi lebih karena kasus yang dijumpai berkuantitas rendah. Tak perlu banyak memuji kondisi mahasiswa yang kelima ini, karena apa yang dilakukannya jauh lebih mulia dari setiap pujian, bahkan pujian dari presiden atau dewa sekalipun. Tulang punggung padu untuk sandaran nasib bangsa dan ummat, pejuang rakyat sejati. Memaknai kehidupan mahasiswa sebagai amanah mulia dari setiap manusia. Mengorbankan segala yang ia punya, tak peduli jika akhirnya ia hanya akan mendapatkan ampas dengan kualitas terendah sekalipun.

Posting Komentar

 
Top